Jakarta – Jaksa KPK menghadirkan penyidik KPK bernama Ganda Swastika sebagai saksi dalam sidang kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa hakim agung nonaktif Gazalba Saleh. Ganda mengungkapkan alasan saksi lainnya, Ahmad Riyadh, mengganti keterangan terkait jumlah uang yang diserahkan ke Gazalba.
Hal itu disampaikan Ganda dalam yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (22/7/2024). Ganda Swastika merupakan penyidik KPK yang memeriksa Ahmad Riyadh saat proses penyidikan di KPK.
Sebagai informasi, Ahmad Riyadh merupakan pengacara yang disebut menyalurkan uang Rp 650 juta dari kliennya, Jawahirul Fuad, ke Gazalba. Uang itu disebut untuk mengurus kasasi Jawahirul.
“Apa yang dicari dari Pak Ahmad Riyadh sehingga dilakukan pemeriksaan lagi, apakah ada yang meragukan?” tanya hakim ketua Fahzal Hendri.
“Tidak, Yang Mulia, petunjuk dari JPU pada saat itu adalah untuk menanyakan bagaimana bisa penyerahan uang yang menurut saudara Ahmad Riyadh ini di pemeriksaan pertama diserahkan dalam bentuk dolar pecahan 1.000 dolar Singapura, padahal Ahmad Riyadh ini menerima dari Saudara Jawahirul dan Hani itu dalam bentuk rupiah. Kenapa dia menerimanya bentuk rupiah tapi yang diserahkan ke Gazalba dolar Singapura hanya itu saja,” jelas Ganda.
Hakim lalu bertanya di mana tempat penyerahan uang tersebut. Ganda menjelaskan Ahmad Riyadh, yang kini menjabat Exco PSSI itu, mengatakan penyerahan uang dilakukan di salah satu hotel di Surabaya.
“Berapa yang diserahkan di Hotel Sheraton?” tanya Fahzal.
“Dolar Singapura pecahan 1.000 setara Rp 500 juta, kemudian di pemeriksaan kedua Saudara Ahmad Riyadh sendiri ini merevisi, Yang Mulia,” kata Ganda.
Hakim lalu bertanya apa alasan Ahmad Riyadh mengganti pernyataannya. Ganda kemudian menjelaskan alasan Ahmad Riyadh yang disampaikan saat pemeriksaan.
“Menurut beliau ini ada kata-kata bahwa setelah saya ingat-ingat, pada saat pemeriksaan kedua yang saya serahkan itu bukan Rp 500 juta pak, tetapi Rp 200 juta, setara 200 juta,” tutur Ganda.
“Kemudian saya tanyakan ‘kenapa diubah?’ seperti itu, jawaban dari Ahmad Riyadh ini ‘Saya berdosa kalau misalkan saya menzalimi Pak Gazalba’, sambungnya.
Ganda mengatakan dia menuliskan keterangan Ahmad Riyadh itu dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Dia mengatakan uang yang diserahkan itu berjumlah Rp 200 juta.
“Maksudnya adalah, kalau yang riilnya yang diserahkan menurut Ahmad Riyadh ini yang diserahkan memang Rp 200 (juta) kalau dibilang Rp 500 (juta) jadi seolah-olah zalim, gitu Pak. Akhirnya jawabannya tadi, ‘Yang benar-benar saya serahkan hanya Rp 200 (juta) pak’, itulah yang kemudian saya tulis dalam BAP,” ujarnya.
Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Gazalba didakwa menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai Rp 650 juta. Jaksa KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Gazalba dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Jawahirul merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara.
Gazalba juga didakwa melakukan TPPU. Dalam dakwaan TPPU ini, jaksa awalnya menjelaskan Gazalba Saleh menerima uang dari sejumlah sumber. Pertama, Gazalba disebut menerima USD 18 ribu atau sekitar Rp 200 juta yang merupakan bagian dari total gratifikasi Rp 650 juta saat menangani perkara kasasi Jawahirul Fuad.
Berikutnya, Gazalba disebut menerima Rp 37 miliar saat menangani peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaffar Abdul Gaffar pada 2020. Uang itu diterima oleh Gazalba bersama advokat Neshawaty Arsjad.
Gazalba juga menerima penerimaan selain gratifikasi USD 18 ribu sebagaimana dijelaskan dalam dakwaan pertama. Jaksa menyebut Gazalba menerima SGD 1.128.000 atau setara Rp 13,3 miliar, USD 181.100 atau setara Rp 2 miliar dan Rp 9.429.600.000 (Rp 9,4 miliar) pada 2020 hingga 2022. Jika ditotal, Gazalba menerima sekitar Rp 62 miliar.
Jaksa kemudian menyebut Gazalba menyamarkan uang itu dengan membelanjakannya menjadi sejumlah aset. Antara membeli mobil Alphard, menukar ke valuta asing, membeli tanah/bangunan di Jakarta Selatan, membeli emas hingga melunasi KPR teman dekat. Total TPPU-nya sekitar Rp 24 miliar.